04 Februari 2009

LEBIH DEKAT DENGAN USTADZ


Orang mengenal Ustadz Abdul Muiz Saadih sebagai pengajar. Dalam kesehariannya, ia mendedikasikan ilmu dan pengalamannya untuk anak muridnya. Hingga saat ini, ia tercatat sebagai pengajar STID DI Al-Hikmah sekaligus merangkap Wakil Ketua lembaga tersebut. Murid-murid Ustadz Abdul Muiz tersebar di se-antero Jakarta dan sekitarnya.

Di struktur PKS, Abdul Muiz dipercaya menjabat Ketua DPP PKS Departemen Kaderisasi. Sebagai ketua bidang kaderisasi di PKS, tentu Abdul Muiz sangat sibuk memformulasikanliteratur-literatur yang ada untuk dijadikan pegangan menciptakan kader yang sesuai dengan visi-misi PKS. Tentu pekerjaan ini bukan pekerjaan mudah karena memerlukan kepekaan terhadap masa depan seluruh kader PKS di seluruh dunia.

“PKS sebagai partai kader tentu keberhasilannya ditentukan oleh keberhasilan mendidik dan menciptakan kader yang berkualitas. Semakin berkembang kader semakin baik pula partai. Dan partai ini berkembang dengan sendirinya jika kader partai kokoh. Kita perlu melihat keberhasilan PKS dari jumlah banyaknya dukungan masyarakat dan kualitas kader itu sendiri,” ujar Abdul Muiz. Ia menjelaskan, PKS tak melulu berbicara politik tapi berbicara banyak hal yang sehubungan dengan masalah keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Apalagi PKS adalah partai dakwah yang selalu menyeru kepada amar ma’ruf nahi mungkar.

Abdul Muiz lahir di Jati Asih, Kota Bekasi, 10 April 1961 dari pasangan H Saadih dan Hj Icah. Abdul Muiz dididik dan dibesarkan melalui latar belakang agama Islam yang kuat dari kedua orangtuanya. Selepas sekolah dasar (SD), ia dimasukkan di pesantren al-Masturiyah dengan alasan jika besar nanti memiliki bekal agama yang kuat. Niat dan doa orangtuanya, H Saadih dan Hj Icah diamini Allah, setamat dari pesantren selama 6 (enam) tahun ia mendapatkan beasiswa melanjutkan pendidikannya di Al-Azhar, Mesir, tahun 1984.

Ia menceritakan, tidak semua temannya yang mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan di Mesir. Karena setiap pesantren hanya 1-2 santri yang mendapatkan tiket beasiswa. “Waktu itu saya sangat beruntung sekali karena bisa mewakili pesantren al-Masturiyah. Melalui beasiswa itu saya bisa mengambil S1 dan S2 di Mesir. Dan alhamdulillah pulang ke tanah air 1993, semoga apa yang kudapatkan di sana bisa bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,” harapnya.

Selama kuliah di Mesir, ia mendapatkan banyak hal. Yang paling berkesan menurut suami Rohaitoh ini adalah ketika mendapatkan jatah tiket menunaikan haji tahun 1987. Paling membanggakan, tidak semua mahasiswa mendapatkan jatah haji gratis dari kampus al-Azhar. Abdul Muiz menceritakan, mahasiswa yang diberi tiket adalah yang memiliki nilai tertinggi. Selama berhaji, beliau digratiskan mulai dari pemberangkatan hingga pulang kembali ke kampus.

Berbicara soal Mesir-Indonesia, Abdul Muiz menjelaskan banyak hal yang perlu ditiru dari Mesir jika Indonesia ingin menjadi bangsa besar. Ia mencontohkan, dari segi pendidikan, di Mesir sangat menghargai ilmu pengetahuan. Berbeda dengan Indonesia masih melihat angka-angka di IPK (indeks prestasi kumulatif) dari anak didiknya. Di Mesir disediakan kelompok belajar di luar kelas formal untuk mengembangkan ilmu anak didik. Sehingga mahasiswa dan pelajar terbiasa bebas mendalami disiplin ilmu yang disukai. Dan perpustakaan di Mesir dipenuhi mahasiswa. Sangat berbeda dengan mahasiswa di tanah air, lebih suka ke mall daripada ke perpustakaan.

Apa yang ditempuh Abdul Muiz jika terpilih sebagai DPR RI? Ia mengatakan, banyak hal yang perlu dibenahi. Dirinya berlatar belakang agama memprioritaskan memberi masukan kepada Departemen Agama. Sebab, jika dilihat dari fungsinya, Depag kurang berkerja secara optimal. Seharusnya masjid dan musalla dijadikan sentral kemajuan masyarakat. Nantinya, tidak ada lagi umat Islam yang tidak bisa baca-tulis al-Qur’an seperti banyak dialami anak muda sekarang ini.

“Karena kali pertama yang dibangun oleh Rasulullah ketika memasuki Madinah adalah masjid. Melalui masjid beliau mampu membangun masyarakat madani. Lewat masjid pula, Rasulullah membangun kultur baru yang lebih dinamis, reformis dan progresif. Padahal, perubahan itu bermula dari masjid seperti dicontohkan Rasulullah.”

Ketua Yayasan al-Wafi Setia Islami ini gundah dengan melihat moralitas pejabat di negeri ini yang selalu mempertontonkan ketidakjujurnya. Tiap hari ada saja pejabat publik diberitakan melakukan korupsi. Padahal, menurutnya, sebelum menduduki jabatan itu mereka disumpah dengan kibat suci al-Qur’an. Tapi mereka tidak ada ketakutan melanggar sumpahnya itu.

Pria yang memiliki 5 orang anak ini mengatakan, dirinya belum pernah terpikirkan menjadi anggota dewan apalagi DPR RI. Hanya saja, lanjutnya, partai tempatnya berdakwah memberikan kepercayaan sebagai caleg. “Syukur alhamdulillah jika terpilih (anggota dewan). Dan alhamdulillah jika saya tidak terpilih. Artinya, beban saya tidak bertandah dengan amanah baru ini. Memegang jabatan sebagai ketua kaderisasi DPP PKS saja cukup berat,” ujar Abdul Muiz, saat dihubungi melalui telpon selulernya.www.pk-sejahtera.us






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates